Friday, August 05, 2005

ONE SWEET DAY

by : Netty Sitorus

Mereka berlari-lari menuju loket, tergesa-gesa membeli tiket, lalu secepat kilat berhamburan mengejar kereta yang mulai bergerak.
“CEPPPEEEETTTTTTT….”, Gita berteriak kepada Lisa yang berlari dibelakangnya
“TUNGGUIN DONGGGGG…”, Lisa terengah-engah berusaha mengejar.
Mereka berhasil mencapai gerbong belakang.
“LOMPATTTT LISSSSS…”
HUUUUPPPPP....Gita melompat ke dalam gerbong tersebut diikuti Lisa dibelakangnya Namun aksi nekat mereka tidak berjalan mulus, Gita terjerembab ke lantai kereta dengan Lisa yang mendarat menimpa tubuhnya.
Bunyi keras yang terdengar membuat mereka menjadi tontonan gratis para penumpang yang sedikit terkejut. Terdengar suara cekikikan penumpang dari berbagai arah.

Sambil menahan sakit, Gita dan Lisa berusaha bangun, mereka saling bertatapan dan tertawa terpingkal-pingkal mengingat kekonyolan barusan.
“Aduh gue malu banget nih diketawain sama orang satu gerbong”, Lisa meringis.
“Cuek aja tau, anggap aja latihan untuk tenar, lu tau kan kalau pengen tenar harus jadi pusat perhatian orang, kita cari tempat duduk yuk”, Gita menggandeng Lisa untuk mengikuti langkahnya.

Mereka menemukan dua tempat duduk kosong diantara para penumpang.
“Eh uangnya ada di tas lu kan?”, Gita mengeluarkan botol aqua dari tas.
Lisa memeriksa ranselnya dan melihat amplop putih yang penutupnya sedikit terbuka sehingga terlihat lembaran-lembaran uang ribuan didalamnya.
“Ada kok”, sahutnya.
“Oke, nanti setiap ada pengamen, tukang dagang dan pengemis yang lewat, lu keluarin selembar-selembar ya, mudah-mudahan bisa abis sampai di statiun Bogor”
“Yup”, Lisa mengambil botol Aqua dari tangan Gita dan meminumnya.
Mereka siap-siap menjalankan aksinya.

Pemandangan pertama yang mereka lihat adalah seorang pemuda tanggung yang sangat dekil dan lusuh, memegang sapu lidi ditangannya untuk menyapu sampah-sampah diantara kaki penumpang. Gita dan Lisa memperhatikan setiap kali pemuda lusuh itu mendorong maju sampah-sampah yang terkumpul, dia akan berhenti sebentar, dengan wajah memelas menatap penumpang yang ada dihadapannya sambil menadahkan tangan meminta belas kasihan. Terkadang ada penumpang yang bersedia memberikan uang namun tidak sedikit yang memasang wajah tidak peduli.

Ketika sapuan sampah pemudah lusuh itu tiba ditempat mereka duduk, Gita memberi kode kepada Lisa, Lisa langsung memasukkan tangannya kedalam ransel dan mengeluarkan selembar ribuan lalu memberikan kepada pemuda lusuh itu, setelah mengucapkan terima kasih dengan suara yang hampir tidak terdengar, pemuda lusuh itu kembali mendorong sampah-sampah ke arah penumpang berikutnya.
“Pasien pertama barusan lewat”, Gita mengedipkan matanya kearah Lisa.

Gerbong mulai terasa sesak dengan jumlah penumpang yang semakin banyak setiap kali kereta berhenti pada sebuah stasiun, dan suasana semakin hiruk pikuk dengan kehadiran para pedagang yang tidak berhenti hilir mudik menawarkan dagangan mereka.
Para pedagang akan berjalan diantara penumpang yang sedang berdesak-desakan tanpa mempedulikan kekesalan para penumpang yang terganggu dengan kehadiran mereka. Beberapa pedagang malah menggunakan cara menaruh barang dagangan mereka dipangkuan para penumpang tanpa minta persetujuan terlebih dahulu dengan harapan ada penumpang yang tertarik membelinya.

“Waduh gimana nih Git?? Pedagangnya banyak, apa kita beli semua yang lewat??”, Lisa kebingungan.
“Jangan semua Lis, pilih barang yang kecil-kecil aja, yang gampang dimasukin ke ransel dan gak berat, biar gampang bawanya”
Belum selesai Gita bicara, seorang tukang pernak-pernik rambut menggantungkan barang dagangannya di depan mereka.
“Nah yang kayak begini boleh dibeli, kan gak susah bawanya Lis”

Lisapun dengan semangatnya mulai memilih-milih berbagai macam jepitan rambut, bandana dan pita warna-warni di hadapannya.
“Eh Git Sekali-kali rambutlu pake jepitan dong, biar manis”, Lisa menyodorkan sebuah jepit rambut bergambar boneka kepada Gita
“Duhhhh gak usah deh Lis ..polos begini aja gue udah sering bikin cowo patah hati, apalagi kalo gue tambah manis, kasian kan para cowo itu”, Gita cekikikan melihat tampang sebal Lisa
Lisa hanya geleng-geleng kepala, dia sudah cukup tabah menghadapi temennya yang satu ini
“Beli yang ini deh bang”, Lisa menyodorkan uang ribuan kepada penjual tersebut.

Setelah pedagang itu pergi, Gita dan Lisa sibuk menghadapi tawaran dari pedagang-pedagang lainnya. Hanya dalam setengah jam, ransel mereka sudah penuh dengan berbagai barang, ada pulpen, penjepit rambut, mobil-mobilan, boneka, hp mainan, permen dan masih banyak lagi.
Lisa dan Gita terpana menatap isi ransel mereka
“Mau diapain nih semua”, Lisa mengambil satu persatu benda-benda ajaib tersebut dengan takjub
“Gak tau deh, gak usah dipikirin Lis, yang penting lu tadi liat kan reaksi para penjual setiap kali barang dagangan mereka kita beli?? Mereka senang banget karena jualannya laku, siapa tahu seharian ini belum ada orang yang beli padahal mereka udah cape banget”

“Iya Git, tadi setiap beli sesuatu, gue liat penjualnya seneng banget, kalau dipikiri-pikir kasian juga ya mereka harus bersusah payah berdesak-desakan di gerbong kereta dari satu stasiun ke stasiun yang lain, belum tentu ada yang beli pula, segitu beratnya usaha yang harus mereka lakukan cuma untuk mencari sesuap nasi,”

“Betulllll banget…makanya Lis setiap gue lagi jenuh ngadepin kerjaan di kantor dan mulai banyak ngeluh, gue suka sengaja naek kereta biar ketemu dengan orang-orang seperti mereka, untuk mengajarkan kepada diri gue bahwa seberat-beratnya pekerjaan di kantor, gue sebenernya tuh termasuk segelintir orang yang sangat beruntung punya pekerjaan tetap, kerja di ruangan ber AC, pulang pergi dengan bis kantor sehingga tidak perlu berdesak-desakan, sedangkan orang-orang ini sudah setengah mati membanting tulang hanya untuk mendapatkan uang yang akan habis untuk biaya makan sehari. “

“Yup, gue juga kayaknya harus banyak belajar nih, tadi gue sempet nyesel lho mau ikut ajakanlu naek kereta gini, udah pake acara lari marathon ngejar-ngejar keretanya, nyungsep di depan penumpang satu gerbong, trus sengsara gini desak-desakan, tapi setelah ngeliat segala sesuatu yang berlangsung daritadi, gue jadi ketagihan nih kayaknya”, Lisa melayangkan pandangannya ke orang-orang sekitarnya.

“Biasanya setiap sebulan sekali, gue suka menyempatkan diri naek kereta sampai ke stasiun terakhir, nanti sepanjang perjalanan gue bagi-bagiin deh tuh uang ribuan ke para pengemis, tukang ngamen dan para pedagang seperti yang lagi kita lakukan sekarang ini. Kita pikir uang seribuan yang kita kasih gak ada artinya buat kita berdua kan, tapi lu bakalan kaget banget ngeliat bahwa uang seribu itu bisa berarti banyak buat orang lain.”

“Iya ya, ckckckkckc….ternyata lu cukup peka juga dengan nasib orang lain yang kurang beruntung disekitarlu Git ya, otaklu cukup kreatif untuk cari-cari cara bagiin sedikit berkat ke orang lain, tapi yang gue heran kenapa kalau lagi di kantor otaklu ancur banget ya Gittttt...” Lisa tertawa terpingkal-pingkal sambil menghindari cubitan Gita

Tawa mereka terhenti saat mereka bingung melihat para penumpang yang berdiri agak sedikit memiringkan badan mereka seperti sedang memberikan jalan kepada seseorang, tapi Gita dan Lisa tidak melihat sosok orang yang hendak lewat tersebut.

Kebingungan mereka segera terjawab saat seorang pengemis yang tidak memiliki kaki muncul didepan mereka. Pengemis tersebut memakai kedua belah tangan yang dipasangkan sandal jepit sambil menyeret tubuhnya untuk dapat bergerak maju.
Pengemis itu menatap mereka berdua dengan wajah memelas meminta belas kasihan. Lisa cepat-cepat merogoh kembali ranselnya dan memberikan selembar seribuan. Pengemis tersebut sejenak menatap uang ditangannya, lalu sambil sedikit menundukkan kepalanya, dia mengucapakan terima kasih.

Saat dia hendak memutar tubuhnya untuk melanjutkan perjalanan, pengemis tadi menyempatkan diri untuk menoleh sekali lagi kepada Gita dan Lisa, dengan mata berkaca-kaca pengemis itu kembali mengucapkan terima kasih untuk kedua kalinya.
Gita terpana dan Lisa tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun atas reaksi pengemis tersebut.
Jumlah uang yang tidak artinya bagi mereka berdua seperti menjadi uang yang sudah lama tidak pernah didapatkan oleh pengemis tersebut.
“Duh gue jadi sedih beneran nih Git”, Lisa mengusap matanya yang sedikit berkaca-kaca.
“Sama, gue juga Lis”

Beberapa menit kemudian, dari gerbong sebelah, masuk lima orang anak muda lengkap dengan alat musik buatan mereka sendiri, mengambil posisi menyebar diantara penumpang siap-siap untuk bernyanyi, sepertinya mereka adalah anak kuliah yang senang mencari uang jajan tambahan dengan mengamen di kereta.
Gita langsung menegakkan tubuhnya, “Eh Lis, perhatiin satu-satu tampang mereka, biasanya suka ada yang ganteng lho”
“DASARRRRRR LUUUUU, gak dimana-mana selalu cari pemandangan indah”, Lisa sewot melihat tingkah Gita
“Lho kenapa sih?? Gak salah dong refreshing dikit liat tampang cute setelah daritadi liat yang dekil-dekil”.

Para pengamen itu mulai bernyanyi, kekompakan mereka dalam memainkan alat musik dan bernyanyi cukup memberi hiburan ditengah-tengah udara panas dalam kereta. Setelah menyanyikan dua lagu, salah seorang dari mereka yang mempunyai tampang lumayan manis mengeluarkan plastic tempat uang dan berjalan diantara penumpang meminta sumbangan sekedarnya,
Lisa kembali merogoh tas untuk mengambil uang ribuan, tapi saat tangannya terangkat ke atas, Gita langsung merebut uang tersebut.
“Kali ini gue yang ngasih uangnya, dari tadi kan lu terus”
Gita memasukkan selembar seribuan ke dalam tempat uang tersebut sambil sedikit tersenyum kepada pengamen tersebut.
“Ancur banget emang lu”, Lisa memegang perutnya yang terasa keram akibat terlalu banyak tertawa melihat tingkah Gita.

Sudah satu jam mereka lalui, Kereta mulai bergerak lambat dan akhirnya berhenti,
“Eh udah stasiun terakhir nih, turun yuk”Mereka melompat keluar dan berlari ke arah loket untuk membeli tiket pulang.

“Eh Git, makasih ya udah ajak gue jalan-jalan untuk dapatkan pengalaman yang berharga hari ini, lain waktu kalo lu pengen naek kereta lagi atau lu puny aide gila lain buat bagi-bagiin berkat, jangan lupa ajak gue ya”, Lisa melingkarkan lengannya ke pundak Gita
“Oke deh Lis, gue emang butuh pengawal kok, tampanglu kan sangar tuh, jadi gue bakalan aman kalo naek kereta bareng lu”.
Tangan Lisa segera melayang ke bagian pinggang Gita dan mencubitnya sekeras mungkin sampai Gita teriak-teriak minta ampun.

No comments: