Saturday, November 20, 2010



Pada suatu hari di negeri antah berantah, hidup seorang Raja yang sangat bengis. Ia sangat kejam dan sewenang-wenang. Tak segan-segan ia menjatuhkan hukuman mati, baik kepada rakyat maupun pengikutnya dengan alasan kurang jelas.

Raja itu tidak pernah mau dikritik. Selalu merasa benar adalah ciri khasnya. Pokoknya semuanya harus dikerjakan sesuai dengan keinginan dia, jika tidak, nyawa konsekwensinya.

Pada suatu saat, Sang Raja memiliki ambisi untuk menaklukkan dan menguasai negeri tetangga. Raja tahu betul bahwa negeri tetangga itu adalah kerajaan yang cukup kuat, prajuritnya berjumlah puluhan ribu orang, dan mereka memiliki seorang pemimpin yang sangat ahli dalam strategi perang.

Secepat mungkin Raja langsung menerapkan wajib militer bagi rakyatnya, tapi ternyata kekuatan perang yang ia miliki tetap tidak sepadan dengan musuhnya.

“Cobalah baginda menghubungi Nasredin” Salah satu penasehatnya berkata,”Dia adalah seorang bijaksana. Kata orang, dia bisa mengalahkan puluhan setan – cukup dengan berkata-kata saja”.

Dengan setengah tidak percaya, Raja segera datang menemui Nasredin.
“Kamu Nasredin ?” Raja bertanya. “Kata orang, kau adalah orang yang penuh pengetahuan, memiliki mantra dan kekuatan ajaib. Mereka bahkan mengatakan kalau kau adalah penakluk setan. Apakah benar itu ?”

“Begitulah kata orang” jawab Nasredin sekenanya.
“Kalau begitu, coba tunjukkan bagaimana wajah setan itu sendiri !” Seru Sang Raja dengan jengkel.

“Baiklah Paduka.” jawab Nasredin sambil tersenyum. Ia menyodorkan cermin kepada Raja dan berkata, “Silahkan paduka melihatnya sendiri.”

Nb: setan itu ada di dalam diri kita, kalau kita gak mampu mengontrol emosi sendiri.

Keajaiban doa

Di sebuah desa yang sama, tinggal Abdul, Ali, dan Karim. Abdul adalah seorang tukang batu, dia juga punya kebiasaan buruk yaitu bermabuk-mabukan dan tidur dengan wanita-wanita tuna susila.

Ali adalah seorang petani. Dia adalah seorang pekerja keras dan cukup taat dengan agama. Dia bekerja mengelola sawah dan ladangnya dari pagi hingga sore. Pada saat panen, tak lupa ia menyisihkan sepersepuluh hasil ladangnya untuk orang-orang tidak mampu.

Karim adalah seorang Imam. Ia sangat dikenal di desa itu karena ceramah-ceramahnya yang motivatif. Banyak orang kembali bertobat pada Tuhan saat mendengar ceramahnya. Ia adalah seseorang yang total melayani Tuhan.

Pada suatu hari, nasib yang cukup aneh menimpa mereka. Mereka bertiga terjangkit penyakit lepra. Karena sudah peraturan adat, mereka bertiga harus segera diasingkan dari desa tersebut. Penduduk khawatir mereka akan menyebarkan penyakit mengerikan itu. Sebuah gubug kecil pun dibuatkan oleh warga di pinggiran desa, dan mereka bertiga tinggal disana.

Suatu malam, mereka bertiga mendapatkan mimpi sama. Di dalam mimpi itu mereka mendengar Tuhan berkata, “Berdoalah, maka kalian akan sembuh.” Mereka pun segera melaksanakan apa yang dikatakan oleh mimpi tersebut. Setiap pagi dan malam mereka selalu berdoa meminta kesembuhan.

Setelah tiga hari, Abdul si pemabuk itu akhirnya sembuh. Dia segera pulang ke desa dan merasa sangat yakin bahwa Tuhan lebih menyayanginya dari pada dua orang yang lain itu.

Setelah tiga bulan, Ali si petani juga sembuh. Dia juga segera pulang ke desa dan terheran-heran mengapa Tuhan lebih sayang kepadanya dari pada si Karim yang notabene seorang Imam. “Reputasi suci imam itu pasti palsu !” gumamnya pada dirinya sendiri. Petani tersebut juga masih bertanya-tanya kenapa si pemabuk malah sembuh lebih dulu.

Tahun demi tahun pun berlalu. Karim si Imam tidak lelah berdoa kepada Tuhan untuk meminta kesembuhan, namun kesembuhan itu tak kunjung tiba. Tak ada lagi orang-orang yang datang menjenguknya. Bahkan wajah dan tubuhnya sekarang sudah berubah menjadi mengerikan.

Pada suatu malam, si Imam tersebut akhirnya bermimpi lagi. Ia bermimpi mendengar suara Tuhan berkata,”Karim, aku tahu hatimu terusik dengan peristiwa ini, engkau tentu ingin tahu kenapa si pemabuk dan si petani itu kubiarkan sembuh terlebih dulu.”

Tuhan melanjutkan,

“Aku menjawab doa Abdul si pemabuk dengan cepat karena imannya. Percaya kepada-Ku selama tiga hari adalah seluruh Imannya. Jika Aku menundanya, mungkin dia akan putus asa lalu bunuh diri. Untuk si petani, aku menunda kesembuhannya selama tiga bulan, karena dia memiliki kepercayaan yang lebih besar kepada-Ku. Tetapi setelah tiga bulan, maka keyakinannya akan hilang dan dia bisa bertindak nekat juga.. Apakah engkau bisa mengerti ?”

Tuhan kembali melanjutkan,

“Karena engkau adalah imam-Ku yang setia, aku tidak bisa mengabaikan doamu. Engkau adalah teman-Ku dan engkau sangat memahami hati-Ku. Buktinya, semakin lama Aku menunda kesembuhanmu, keyakinanmu padaku malah semakin dalam. Bahkan sekarang engkau sudah tidak peduli lagi apakah engkau akan sembuh atau mati, engkau hanya ingin berdoa pada-Ku. Engkau tetap beriman pada-Ku tanpa peduli apapun yang terjadi padamu. Aku telah menjadi segala-galanya bagimu.”

Besok paginya, Imam itu terbangun dan ia telah sembuh dari penyakit lepranya. Dan untuk pertama kalinya dia menyesali kesembuhannya.

Guci Cantik



Pada suatu hari sepasang suami istri yang baru menikah, berbulan madu di Cina. Saat berjalan-jalan di sebuah galeri seni, mereka menemukan sebuah guci yang indah sekali. Mereka melihat harga yang tercantum di label guci itu, tertulis angka 40.000 USD !

“Sangat mahal” kata si istri.

“Ya, tentu !” tiba-tiba pelayan galeri itu berkata, “Guci ini dibuat sekitar 400 tahun lalu, sangat klasik, tetapi tetap indah dan utuh, karena ia dibuat oleh seorang maestro seni yang luar biasa, pembuatnya adalah seniman sejati, guci yang dibuatnya selalu berkualitas tinggi dan bernilai seni tinggi, sekalipun sudah berusia ratusan tahun.

“Tak disangka, guci itu tiba-tiba berkata.

“Tak tahukah kalian bahwa aku sebenarnya hanya seonggok tanah liat bau yang tak berguna?”

Orang-orang itu hanya melongo,

“Saat itu tuanku menemukan aku, memukul-mukulkan aku pada sebuah papan, hingga pasir dan kerikil dalam tubuhku keluar semua.. sakit sekali rasanya”

Sang guci melanjutkan ceritanya.

“Tidak hanya itu, selanjutnya ia menaruhku di atas batu yang berputar; dan dengan segera dia memutar-mutar dan mulai mengikis dan membentuk tubuhku. Aku tidak tahan.. pusing.. tolong hentikan.. sakit.. itu yang kuteriakkan, tetapi tuanku hanya berkata: belum saatnya”

“Sesudah itu dia meletakkan aku di sebuah ruangan di atas panggangan api, tahukah kalian, betapa panasnya itu? perlahan-lahan tubuhku yang lembek dan hitam berubah menjadi kaku dan memerah.. panas.. tolong hentikan.. itu yang kuteriakkan, tetapi tuanku tersenyum dan hanya berkata: belum saatnya”

“Sesudah itu, tuanku mengeluarkan dari ruangan itu, dan ia mulai menggoreskan cat-cat pada tubuhku.. saat tubuhku masih panas dan memerah.. pedih sekali rasanya.. seluruh kulitku terasa seperti disiram api.. aku hanya bisa menangis dan berkata.. tolong hentikan.. aku tidak kuat.. tetapi tuanku berkata: belum saatnya”

“Sesudah tubuhku berlumuran cat, tuanku memasukkanku lagi ke ruangan tadi dan mulai memanggangku lagi.. kali ini panas yang kurasakan luar biasa, mungkin beberapa kali lipat dari panas yang tadi… tolooong.. sakiiitt…. itu yang bisa kuucapkan, tetapi tuanku hanya berkata: belum saatnya, tinggal sebentar lagi”

“Setelah beberapa jam di panggangan itu, aku mulai melihat kulitku perlahan-lahan mulai memutih dan sangat keras.. lebih keras dari sebelumnya.. sakit dari sekujur tubuhku aku rasakan. Perlahan-lahan tuanku mengeluarkan aku dari ruangan itu.. membersihkan tubuhku dengan lap sutra dan memberiku tempat di atas sebuah meja yang indah..”

“Beberapa hari kemudian, sakitku mulai hilang, dan ajaib, aku merasa sangat kuat. Perlahan-lahan aku mulai sadar, bahwa aku telah berubah menjadi guci yang sangat cantik, seorang raja bersedia membeliku dengan harga yang sangat tinggi”

“Semenjak itu, aku tidak pernah bertemu dengan tuanku lagi, tetapi yang aku tahu, semenjak raja itu membeliku, aku selalu berada di tempat yang indah dan tinggi, agar semua orang bisa melihatku, semua orang bangga dapat memiliki dan melihat aku, aku pun yakin kalian semua pasti ingin berfoto didekatku. Dulu, pernah ada dua kerajaan bertempur cuma gara-gara memperebutkan aku…”

“Oohh betapa bahagianya aku, seandainya bisa bertemu dengan tuanku sekali lagi.. aku ingin mengucapkan terima kasih.. akan karyanya yang sangat indah di hidupku”

Nb: bersakit- sakit dulu bersenang" kemudian...

Berlian



Pada suatu hari seorang wanita tua berjalan menyusuri bukit. Tak sengaja, matanya tertuju pada sebuah batu mengkilat yang berada di sela-sela batu besar. Batu itu kurang lebih sebesar kepalan tangan orang dewasa. Dengan berbagai usaha, diraih dan dipegangnya batu gemerlap itu.

Pada saat itu pula, lewat seorang pria muda yang sedang mencari kayu bakar. Tampak sekali dari pakainnya, bahwa lelaki itu adalah orang miskin. Lelaki itu melihat batu mengkilat yang dipegang oleh nenek tua, dan terperanjatlah dia ketika melihat sebuah berlian sebesar itu.

“Apa itu nek?” Lelaki itu bertanya, “Bolehkah aku memintanya?”

“Baiklah..” Jawab nenek itu seraya memberikan batu itu kepada sang lelaki tanpa beban sama sekali.

Setengah tidak percaya, lelaki itu segera menerima dan membawa pulang berlian besar itu. Sesampainya di rumahnya yang mulai reyot, lelaki itu mulai merancang berbagai strategi untuk memanfaatkan berlian besar tersebut agar dapat membuatnya kaya.. tanpa kehilangan batu itu sama sekali.

Besoknya, si lelaki memutuskan untuk menggadaikan berlian miliknya. Uang hasil gadai berlian itu ternyata cukup besar, dan uang itulah yang ia gunakan sebagai modal usaha. Tahun demi tahun dilalui, dan akhirnya lelaki itu tumbuh berkembang menjadi seorang pengusaha yang kaya-raya. Berlian yang dulu digadai itupun sudah dapat ditebusnya kembali.

Tapi entah kenapa, perlahan namun pasti mulai ada perubahan di diri lelaki itu. Ia mulai congkak, suka pamer, dan mulai melarutkan dirinya dalam kehidupan malam yang sangat menjijikkan. Lambat laun, teman-temannya mulai menjauh. Yang ada sekarang hanyalah orang-orang yang mau memanfaatkan dirinya.

Berbagai persaingan dan minimnya dukungan dari orang-orang terdekatnya, akhirnya membuat usaha lelaki itupun jatuh. Ia sekarang tidak mempunyai apa-apa lagi. Bahkan semua orang sudah meninggalkannya. Tetapi, ternyata tidak semua hartanya habis, ia masih memiliki batu berlian besar pemberian seorang nenek yang ia temui beberapa tahun lalu. Entah mengapa, ia mulai merasa menyesal kenapa ia harus meminta berlian tersebut dari nenek tua itu.

Akhirnya, dengan berbagai upaya, ia berusaha mencari kembali nenek tersebut. Setelah berhari-hari mencari, akhirnya lelaki itu menemukan rumah sang nenek, yaitu sebuah gubug kecil di perbukitan.

Sambil sujud tersungkur di hadapan sang nenek tua, laki-laki itu mengembalikan berliannya.

“Kenapa engkau dulu memberikan batu permata ini kepadaku?” kata lelaki itu sambil menangis, “Seharusnya, engkau memberikan sesuatu yang lebih berharga dari ini… yaitu kekuatan untuk memberi batu ini..”

Sambil tersenyum, nenek itu menjawab, “Aku sedang mengajarkannya padamu..”

Peng Shulin



Peng Shulin, seorang lelaki paruh baya dari Cina itu memegang alat bantunya. Tapak demi tapak kaki besi itu mulai melangkah. Sesekali terlihat ia menyeka keringat. Matanya tetap menghadap ke depan. Senyum lembutnya pun tetap terlintas, bahkan sesekali diselingi dengan tawa. Setiap orang yang berada di dekatnya waktu itu hanya bisa bergumam, “Ia optimis, ia beruntung..”

Ingatannya mulai menerawang pada kejadian tahun 1995. Hatinya selalu miris saat di otaknya terbayang bagaimana truk besar itu menggilas habis tubuhnya bagian bawah. Selama 12 tahun, dia berbaring tanpa bisa berjalan, ” tetapi, Tuhan menyelamatkan nya” begitu katanya pada semua orang.

Ia ingat betul bagaimana 20 orang tenaga ahli itu berjuang menyelamatkan nyawanya. Bukan hanya dokter bedah, ahli syaraf bahkan ahli elektronika dan fisika pun juga dilibatkan dalam proses rekonstruksi tubuhnya.

“Bukan kehebatan kami, tetapi semangatnya yang luar biasa itulah yang justru memotivasi kami untuk memberikan yang terbaik.” Kata seorang tim ahli, “Kami ingat betul, bagaimana jantung itu tetap berdetak kencang pada saat masa-masa kritisnya, detak jantung luar biasa yang membuatnya tetap bertahan hidup, bagaimanapun kondisinya.”

Memang, saat ini tinggi Peng Shulin tinggal 78 cm. Tapi hal itu tidak pernah membuatnya menyerah. Ia tetap berjalan, dan tetap mengerjakan berbagai kegiatan rutin sehari-hari… “Lifes Go on..” katanya sambil tersenyum.

Tikus Vs Manusia

ada 2 ekor tikus bernama Ham dan Haw, mereka berdua setiap pagi hari keluar rumah untuk mencari keju sebagai makanan hariannya. namun setelah mereka berkeliling akhirnya mereka menemukan keju tersebut berada di sebuah stasiun C. setelah mereka menemukan keju tersebut maka dengan lahaplah mereka memakan keju tersebut, hingga esok harinya lagi, dan esok lagi, esok lagi setelah mereka keluar rumah mereka selalu ke stasiun C bahkan mereka sampai melepas sepatunya untuk makan keju sambil beristirahat disana..
demikian pula dengan 2 orang manusia bernama Paul dan John. merekapun setiap pagi keluar rumah untuk mencari sebuah 'keju' untuk makan kesehariannya. sampai akhirnya mereka menemukannya di stasiun C. dan sejak hari itu mereka setiap pagi keluar rumah untuk ke stasiun C mengambil keju tersebut dan merekapun menggantungkan sepatunya karena keju sudah ada di depan mata.
namun, apa yang terjadi ketika di stasiun C, keju itu habis???.
Tikus : ketika mereka tahu, bahwa di stasiun C sudah tdk ada keju yg tersisa, maka spontan tikus tersebut mencari jalan lain untuk mencari keju yg lain, mereka langsung memakai sepatu dan pergi bergegas dan berputar, berkeliling samapai mereka menemukan keju lainnya. dan ternyata pucuk di ulam tiba, mereka menemukan di stasiun D ada begitu banyak menumpuk keju disana.
bagaimana dengan Paul n John?
setelah mereka melihat bahwa tdk ada keju tersisa di stasiun C, mereka pusing, stres, dan bahkan sepatu yang digantungkan tdk sedikitpun dipegangnya, mereka hanya sibuk mondar-mandir, sambil berharap akan ada keju lagi di stasiun C.hari demi hari seperti itu, samapai badan lemas dan hampir tua, mereka masih balik ke stasiun C dan kosong.
hingga akhirnya John berkata " Sudah Cukup, ini saatnya saya harus mencari jalan lain, dan menemukan keju yg lain"
Paul menjawab "Kamu saja, diluar sana itu berbahaya, akan banyak masalah dan kendala saya mau tetap disini dan saya percaya akan ada keju lagi disini seperti dulu kala"
akhirnya, John mengurungkan niatnya. namun setelah 2,3 hari berpikir, John kembali berkata " Saya akan memakai sepatu saya, dan mencari jalan lain untuk mencari keju yg lain, apa kau mau ikut Paul?"
Paul masih pada pendiriannya. akhirnya John bergegas keluar dan menari jalan keluar untuk mencari keju yg lain. hingga dia lelah berputar-putar, berkeliling, hingga tersesat, namun semangat tidak turun karena dalam pikirannya, semakin dia berlari maka keju itu semakin dekat. ada bayangan besar dikepalanya ada keju membukit yang banyak sekali. hingga impiannya itu terus menemaninya berkeliling mencari keju.
dan perjuangan tdk sia-sia, John menemukan sebuah stasiun D yang bahkan lebih banyak kejunya dibandingkan stasiun sebelumnya. maka dibuatlah rute jalan tersebut agar Paul bisa mengikutinya.

-sometimes, orang yg terlalu banyak pertimbangan sulit untuk sukses, namun seekor tikus hanya menggunakan instingnya untuk mencari sebuah keju, tanpa banyak pertimbangan, bisa mendapatkan apa yg dicarinya.

Tikus dan Keju

Pada suatu hari, seekor tikus sedang mencari makan. Seperti biasa, dia menyelinap masuk ke dalam gudang. Saat sibuk meraba-raba gudang yang gelap, tikus menemukan sebongkah keju yang sangat besar. Tapi sayang, ternyata keju tersebut melekat pada sebuah jebakan tikus. Sebuah perangkap yang mampu menghancurkan tubuhnya dalam satu detik saja.

Merasa cemas dengan adanya jebakan itu, tikus lalu menemui ayam.
“Hei, di gudang ada jebakan tikus! berhati-hatilah saat memasuki gudang!” seru tikus.
“Saya tahu kalau ini adalah masalah besar bagi kamu.” Jawab ayam, “Tetapi maaf, itu bukan urusanku. Aku tidak terganggu dengan jebakan itu.”

Tidak puas dengan jawaban ayam, tikus kemudian menemui kambing. “Maaf, ya!” Kambing itu berkata, “Saya tidak bisa berbuat banyak. Sebaiknya kau berdoa saja agar keju itu lepas dari jebakannya.” kata si kambing.

Tikus pun merasa sangat kesal dengan jawaban kambing. Ia kemudian menemui sapi untuk memberinya peringatan. Lagi-lagi tikus mendapat jawaban yang sama, “Maaf, ya.” kata sapi sambil tertawa, “Jebakan sekecil itu tidak berarti apa-apa bagi tubuhku yang sebesar ini. Saya tidak merasa terganggu dengan adanya jebakan itu.”

Karena bosan tidak diperhatikan, kemudian tikus meninggalkan gudang dan mencari makan di tempat lain.

—————

Saat tengah malam, tiba-tiba terdengar suara yang sangat keras. “Praaaaaak…” Jebakan tikus itu sepertinya telah menemukan mangsanya. Mendengar suara ini, istri sang petani langsung terbangun dan berlari ke gudang. Tetapi karena gelap, istri petani tersebut tidak menyadari bahwa yang tertangkap di jebakan tersebut adalah seekor ular berbisa. Ular itu lalu menggigitnya. Istri petani pun menjerit-jerit kesakitan.

Melihat keributan itu sang petani segera berlari menuju dapur. Ia menemui istrinya sudah pingsan tergigit ular. Kemudian ia membawa istrinya untuk berobat.

Esok paginya, tubuh si istri masih demam. Maka petani itu memutuskan untuk menyembelih si ayam untuk dibuat sup kesukaan istrinya.

Selama istrinya sakit berhari-hari, banyak sekali tetangga yang menungguinya. Petani itu lalu menyembelih kambingnya. Daging kambing tersebut kemudian dibuat sate untuk hidangan bagi para tamu.

Setelah lebih dari seminggu sakit, sang istri akhirnya meninggal dunia. Banyak sekali orang yang hadir di pemakamannya. Akhirnya sang petani memutuskan untuk menyembelih satu-satunya sapi miliknya. Daging sapi itu dibuat berbagai masakan sebagai hidangan bagi para tamu yang telah hadir di pemakaman istrinya.

Nb : hidup selalu berputar. masalah dan ancaman yang diderita orang lain dapat menjadi rantai yang akhirnya menimpa diri kita.. so, keep the arms wide open and show your love.. ^^

Friday, November 19, 2010

Cara jadi Pensil yang sempurna

“Ada lima hal yang wajib kamu ketahui untuk menjadi pensil yang sempurna.”
1. ingatlah bahwa kalian hanya bisa menghasilkan tulisan yang indah jika ada sebuah tangan yang menuntun kalian.
2. setiap akan dipakai kalian akan diraut dan dikikir. Ini adalah proses yang sangat menyakitkan. Tapi hanya itulah satu-satunya cara agar kalian bisa selalu tajam, sempurna, dan layak digunakan.
3. jangan takut untuk berbuat salah karena kalian bisa memperbaikinya sekalipun tidak bisa menghapusnya.
4. bagian terpenting pensil terletak di dalam diri kalian, yaitu batangan grafit untuk menulis.
5. mungkin kalian tidak digunakan untuk menulis di atas kertas melulu, adakalanya di tembok, di kanvas, atau di tempat-tempat lain yang tidak seharusnya. Tetapi, tetaplah setia untuk menggoreskan grafitmu. Karena tugasmu hanyalah menulis, tidak peduli dimanapun kamu akan ditugaskan.”

Jika direnungkan hal di atas mirip dengan apa yang terjadi pada manusia:
1. manusia akan hanya bisa menghasilkan karya yang indah jika manusia tersebut membiarkan Tangan Tuhan mengendalikannya.

2. manusia akan selalu bertemu dengan berbagai masalah. Tetapi harus diakui bahwa masalah-masalah tersebut membuat manusia bisa makin bertumbuh dan makin sempurna.

3. setiap manusia bisa berbuat salah, tetapi setiap manusia juga bisa memperbaiki kesalahan sekalipun tidak mampu untuk menghapusnya.

4. keindahan manusia justru terletak pada bagian dalamnya, bukan pada sisi luarnya.

5.adakalanya manusia merasa berada di tempat-tempat yang tidak seharusnya. Tetapi manusia harus tetap setia dengan peran dan tugasnya di tempat-tempat tersebut, mungkin Sang Pencipta memiliki rencana tersendiri kenapa manusia dibiarkan berada di tempat-tempat yang tidak seharusnya.

Tuesday, November 09, 2010

Tokek

Pada suatu hari ada seorang petani yang bingung. Ia mempunyai sepetak lahan, ia berpikir apakah ladang tersebut akan ia tanami melon atau semangka. Tiba-tiba, “tokeeeeeek..!” Tokek yang bersarang di plafon atap rumahnya itu berbunyi. Dengan sigap, petani itu berseru “Meloon!”. Tokek itu berbunyi lagi, “Tokeeeek..!” Petani itupun berseru lagi “Semangkaa..”. Dan begitu seterusnya beberapa kali hingga tokek tersebut berhenti berbunyi. Kata terakhir yang diserukan petani tersebut adalah “melon”, maka petani itu pun memutuskan untuk menanam melon di ladang. Beberapa bulan berlalu dan ternyata melonnya tumbuh subur. Sangat berbeda dengan tetangganya yang menanam semangka. Semangka tetangganya tersebut hampir semuanya gagal panen tanpa ada sebab yang jelas. “Tokek itu simbol keberuntunganku.” Gumam petani.

Sore harinya, seorang pedagang melon datang ke rumah petani tersebut. Ia menawarkan diri untuk membeli semua hasil panen melon di atas harga pasar. Padahal di sisi lain, petani itu sudah berencana menjual melon ke KUD. “Mmm.. dijual ke orang itu tidak ya??” tiba-tiba tokek itu berbunyi lagi “tokeeek..!” Sekonyong-konyong petani itu berseru “Ya..!” ; Tokek itupun berbunyi lagi “tokeeek..!” Petanipun berseru lagi “tidaak..!” Dan begitu seterusnya beberapa kali hingga tokek tersebut berhenti berbunyi. Kata terakhir yang diserukan petani tersebut adalah “tidak”. Maka petani itu menolak menjual melonnya pada pedagang itu, dan lebih memlih menjual melonnya ke KUD, sekalipun dihargai lebih murah. Keberuntungan pun datang lagi pada petani itu, pedagang tersebut ternyata seorang penipu. Dengan berbagai tipu muslihatnya pedagang itu telah berhasil menipu salah satu tetangganya, dengan membawa lari seluruh hasil panen tanpa dibayar sepeserpun.

Petani itu sangat bangga dengan tokeknya. Dengan sedikit berusaha, akhirnya dia berhasil menangkap tokek itu. Tokek tersebut lalu diberi sangkar yang besar dan bagus, segala kebutuhan tokek itupun dipenuhinya setiap hari. Bulan demi bulan pun berlalu, dan seperti biasa tokek tersebut selalu membawa keberuntungan bagi petani tersebut. Apapun yang menjadi keputusan petani selalu menunggu jawaban si tokek.

Cerita pun terus berlanjut, petani tersebut lalu membuat semacam ‘standarisasi’ bagi jawaban si tokek. Bunyi pertama ia artikan sebagai “ya”, dan bunyi kedua diartikan sebagai “tidak”. ‘Standarisasi’ bunyi tokek inipun berhasil. Lambat laun petani itu pun menjadi kaya raya. Ia telah menjadi salah satu tuan tanah terkaya di desanya.

Tahun demi tahun pun berlalu. Tapi entah mengapa, akhir-akhir ini tokek tersebut selalu membawa petani tersebut pada keputusan yang salah. Beberapa kali jawaban tokek tersebut selalu mengarah pada kesialan semata. Tokek tersebut telah membuat petani tersebut kehilangan tanah karena sengketa, salah memilih pupuk, salah cara dalam mengairi sawah, kehilangan istri, dan seabreg masalah-masalah lain. Keadaan petani itu pada saat ini justru jauh lebih buruk dari keadaan sebelum ia menemukan si tokek.

Lambat laun petani tersebut menjadi benci terhadap tokek tersebut, dan ia pun berseru “Akuu bodoooooh!!”.

Sungai Jodoh

Pada suatu masa di pedalaman pulau Batam, ada sebuah desa yang didiami seorang gadis yatim piatu bernama Mah Bongsu. Ia menjadi pembantu rumah tangga dari seorang majikan bernama Mak Piah. Mak Piah mempunyai seorang putri bernama Siti Mayang. Pada suatu hari, Mah Bongsu mencuci pakaian majikannya di sebuah sungai. Ular! teriak Mah Bongsu ketakutan ketika melihat seekor ulat mendekat. Ternyata ular itu tidak ganas, ia berenang ke sana ke mari sambil menunjukkan luka di punggungnya. Mah Bongsu memberanikan diri mengambil ular yang kesakitan itu dan membawanya pulang ke rumah.

Mah Bongsu merawat ular tersebut hingga sembuh. Tubuh ular tersebut menjadi sehat dan bertambah besar. Kulit luarnya mengelupas sedikit demi sedikit. Mah Bongsu memungut kulit ular yang terkelupas itu, kemudian dibakarnya. Ajaib, setiap Mah Bongsu membakar kulit ular, timbul asap besar. Jika asap mengarah ke Negeri Singapura, maka tiba-tiba terdapat tumpukan emas berlian dan uang. Jika asapnya mengarah ke negeri Jepang, mengalirlah berbagai alat elektronik buatan Jepang. Dan bila asapnya mengarah ke kota Bandar Lampung, datang berkodi-kodi kain tapis Lampung. Dalam tempo dua, tiga bulan, Mah Bongsu menjadi kaya raya jauh melebihi Mak Piah Majikannya.

Kekayaan Mah Bongsu membuat orang bertanya-tanya. Pasti Mah Bongsu memelihara tuyul, kata Mak Piah. Pak Buntal pun menggarisbawahi pernyataan istrinya itu. Bukan memelihara tuyul! Tetapi ia telah mencuri hartaku! Banyak orang menjadi penasaran dan berusaha menyelidiki asal usul harta Mah Bongsu. Untuk menyelidiki asal usul harta Mah Bongsu ternyata tidak mudah. Beberapa dari orang dusun yang penasaran telah menyelidiki berhari-hari namun tidak dapat menemukan rahasianya.
Yang penting sekarang ini, kita tidak dirugikan, kata Mak Ungkai kepada tetangganya. Bahkan Mak Ungkai dan para tetangganya mengucapkan terima kasih kepada Mah Bongsu, sebab Mah Bongsu selalu memberi bantuan mencukupi kehidupan mereka sehari-hari. Selain mereka, Mah Bongsu juga membantu para anak yatim piatu, orang yang sakit dan orang lain yang memang membutuhkan bantuan. Mah Bongsu seorang yang dermawati, sebut mereka.

Mak Piah dan Siti Mayang, anak gadisnya merasa tersaingi. Hampir setiap malam mereka mengintip ke rumah Mah Bongsu. Wah, ada ular sebesar betis? gumam Mak Piah. Dari kulitnya yang terkelupas dan dibakar bisa mendatangkan harta karun? gumamnya lagi. Hmm, kalau begitu aku juga akan mencari ular sebesar itu, ujar Mak Piah.
Mak Piah pun berjalan ke hutan mencari seekor ular. Tak lama, ia pun mendapatkan seekor ular berbisa. Dari ular berbisa ini pasti akan mendatangkan harta karun lebih banyak daripada yang didapat oleh Mah Bongsu, pikir Mak Piah. Ular itu lalu di bawa pulang. Malam harinya ular berbisa itu ditidurkan bersama Siti Mayang. Saya takut! Ular melilit dan menggigitku! teriak Siti Mayang ketakutan. Anakku, jangan takut.

Bertahanlah, ular itu akan mendatangkan harta karun, ucap Mak Piah.

Sementara itu, luka ular milik Mah Bongsu sudah sembuh. Mah Bongsu semakin menyayangi ularnya. Saat Mah Bongsu menghidangkan makanan dan minuman untuk ularnya, ia tiba-tiba terkejut. Jangan terkejut. Malam ini antarkan aku ke sungai, tempat pertemuan kita dulu, kata ular yang ternyata pandai berbicara seperti manusia. Mah Bongsu mengantar ular itu ke sungai. Sesampainya di sungai, ular mengutarakan isi hatinya. Mah Bongsu, Aku ingin membalas budi yang setimpal dengan yang telah kau berikan padaku, ungkap ular itu. Aku ingin melamarmu untuk menjadi istriku, lanjutnya. Mah Bongsu semakin terkejut, ia tidak bisa menjawab sepatah katapun. Bahkan ia menjadi bingung.

Ular segera menanggalkan kulitnya dan seketika itu juga berubah wujud menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah perkasa. Kulit ular sakti itu pun berubah wujud menjadi sebuah gedung yang megah yang terletak di halaman depan pondok Mah bongsu. Selanjutnya tempat itu diberi nama desa Tiban asal dari kata ketiban, yang artinya kejatuhan keberuntungan atau mendapat kebahagiaan.

Akhirnya, Mah Bongsu melangsungkan pernikahan dengan pemuda tampan tersebut. Pesta pun dilangsungkan tiga hari tiga malam. Berbagai macam hiburan ditampilkan. Tamu yang datang tiada henti-hentinya memberikan ucapan selamat.

Dibalik kebahagian Mah Bongsu, keadaan keluarga Mak Piah yang tamak dan loba sedang dirundung duka, karena Siti Mayang, anak gadisnya meninggal dipatuk ular berbisa.

Konon, sungai pertemuan Mah Bongsu dengan ular sakti yang berubah wujud menjadi pemuda tampan itu dipercaya sebagai tempat jodoh. Sehingga sungai itu disebut Sungai Jodoh.